Teori Postmodern dalam Administrasi

November 22, 2017 Add Comment

Teori administrasi publik postmodern adalah anti-tesis dari positivisme dan logika ilmu sosial objektif. Hal tersebut berbeda dengan Teori lainya yang dijelaskan dan dievaluasi dalam The Public Administration Theory Primer yang umumnya menerima tesis dasar dari positivis empiris ilmu sosial. Memang, teori postmodern menolak banyak asumsi epistemologis dasar ilmu sosial perilaku. Teori postmodern telah mempengaruhi teori kelembagaan dan teori manajemen publik, dan memiliki banyak pengikut dalam administrasi publik. Oleh karena itu teori ini perlu dikaji untuk memahami implementasi teori tersebut.
Teori postmodern adalah pendekatan subyektif untuk mempelajari fenomena sosial yang sangat berfokus pada bahasa, konteks interaksi manusia, dan pembangunan sosial dari realitas. Postmodernis percaya bahwa tidak ada kebenaran mutlak, karena itu pertanyaan yang diberikan akan memiliki beberapa kemungkinan jawaban, yang semuanya mungkin berlaku sama.
Farmer (1995) dan Fox dan Miller (1995) menerapkan lensa postmodern untuk mempelajari administrasi publik, yang muncul adalah tidak ada metode organisasi atau pemahaman proses administrasi yang "terbaik" atau "universal". Dengan perspektif ini, teori postmodern tidak terlalu mendukung penerapan administrasi publik tradisional, terutama terkait wewenang dan legitimasi organisasi birokrasi hirarkis dan ketergantungan mereka pada ahli teknokratis. Ini telah menciptakan peluang bagi berbagai arah ilmiah baru dalam administrasi publik, feminisme dan dorongan untuk bentuk administrasi yang lebih interaktif.

 Humanisme Organisasi dan Postpositivisme
Konsep, gagasan, dan argumen dalam teori postmodern memiliki asal usul yang menarik dalam administrasi publik modern. Meskipun masih sederhana, tapi dapat dikatakan bahwa apa yang sekarang dianggap sebagai teori postmodern administrasi publik memiliki asal-usul dari karya perintis Chester Barnard (1948) dan interpretasi hasil dari percobaan Hawthorne (Roethlisberger dan Dickson, 1939). Berbeda dengan penekanan pada struktur organisasi formal dan prinsip-prinsip manajemen dalam administrasi publik awal.
Barnard menjelaskan organisasi sebagai lingkungan sosial, dimana pekerja tertarik dalam mendukung dan mengakui karena mereka di gaji dengan kondisi kerja yang menguntungkan. Dalam pengaturan tersebut, fungsi organisasi lebih penting daripada struktur birokrasi formal daripada kepuasan pekerja dan produktivitas. Konsep Barnard kemudian disederhanakan dan dimasukkan ke dalam konteks filosofis oleh Douglas McGregor (1960) “Individu dalam organisasi”.
 McGregor berpendapat, secara alami orang cenderung untuk bekerja untuk mencari bertanggungjawaban, bekerjasama, menjadi produktif, dan untuk kebanggaan dalam mereka bekerja. Organisasi, bagaimanapun, terstruktur dan dikelola dengan asumsi bahwa karyawan tidak menyukai pekerjaan dan jika diberi kesempatan akan menjadi malas. Oleh karena itu, arahnya adalah pembatasan produksi. Maka pada pertengahan tahun 1960-an humanistik atau perspektif humanisme organisasi dalam administrasi publik muncul yang didasarkan pada karya Barnard dan McGregor.
Pada akhir tahu 1960-an, perkumpulan yang dinamakan Publik Administrasi Baru, yaitu sebuah group ilmuan yang resisten terhadap apa yang mereka percaya sebagai klaim yang berlebihan pada validitas keilmuan dalam administrasi publik dan mereka bertemu di Syracuse University’s Minnowbrook Conference Center di New York. Mereka konsen dengan apa yang salah dalam penggunaan data dan fakta dalam perang Vietnam dan mereka percaya bahwa perilaku dan tujuan dari publik administrasi adalah bukan untuk mengangkat isu publik seperti perang, kemiskiman, dan rasisme, melainkan lebih pada organisasi dan management institusi publik. Dari Minnowbrook Conference inilah muncul seperangkat konsep yang menjadi tantangan kaum ortodaks saat ini. Antara konsep dan asumsi yang muncul dari Konferensi Minnowbrook dan apa yang diinamakan Publik Administrasi Baru yang menjadi pemikiran inti dari postmodern dalam publik administrasi.

1.      Public administrator dan publik agensi tidak dapat menjadi netral dan obyektif
2.      Teknologi dapat menyebakan dehumanisasi
3.      Hirarki birokrasi sering tidak efektif dalam menjalankan strategi organisasi
4.      Birokrat lebih cendrung pada goal displacement dan bertahan
5.      Kerjasama, konsensus, dan administrasi demokratik lebih baik daripada sekedar kewenangan adminsitratif untuk keberhasilan organisasi yang efektif.
6.   Konsep modern dari administrasi publik harus dibangun atas logic post-behavior dan post-positivist – lebih demokratic, lebih dapat beradaptasi, leboih responsi terhadap perubahan lingkungan sosial, ekonomi, dan politik.

Beberapa tahun setelah konferensi Minnowbrook, beberapa partisipan yang berorientasi pada humanistik seringkali mengadakan pertemuan secara rutin melalui forum yang tidak terstruktur tapi fungsional melalui jejaring daripada melalui organisasi. Pertemuan ini sering disebut dengan Public Administration Theory Network (PATnet).  Perspektif ini secara gamblang mengkritik teori modernism dengan proposisi kunci dan dalam kerangka paradigmatik terdapat dalam karya Michael M. Harmon’s Action Theory for Public Administration.

1.      Dalam administrasi publik, sebagai cabang ilmu sosial dan sebagai kategori praktek sosial, paradigma harus dipahami sebagai teori nilai-nilai dan pengetahuan yang tujuannya untuk meningkatkan praktek administrasi dan mengintegrasikan teori.
2.      Keyakinan tentang sifat manusia adalah untuk pengembangan teori dalam administrasi publik serta semua cabang lain dari ilmu sosial. Dalam rangka memberikan landasan untuk mengembangkan dan mengintegrasikan epistemologi dengan teori deskriptif dan normatif. Keyakinan ini harus ontologis bukan didasarkan alasan kenyamanan.
3.      Unit utama analisis dalam teori sosial harus dalam bentuk tatap muka (pertemuan) antara dua orang yang lebih daripada individu dan unit analisis menyeluruh, seperti; kelompok, negara-bangsa, atau sistem.
4.      Orang-orang secara alami menjadi aktif bukan pasif, lebih sosial daripada atomistik. Ini berarti bahwa orang memiliki otonomi dalam menentukan tindakan mereka. Pada saat yang sama terikat dalam konteks sosial. Konteks sosial ini diperlukan tidak hanya untuk tujuan tetapi juga berperan untuk definisi rakyat sebagai manusia.
5.      Rakyat harus "aktif-sosial" yang menyiratkan sebuah epistemologi (aturan dasar untuk menentukan validitas pengetahuan) yang berfokus pada studi makna subyektif yang melekat pada tindakan mereka sendiri dan tindakan orang lain.
6.      Keterangan dan penjelasan dalam ilmu sosial harus berkaitan dengan tindakan, sebuah konsep yang mengarahkan perhatian pada makna atas tindakan mereka.
7.      Konsep tindakan memberikan dasar untuk menantang teori ilmu sosial yang berorientasi pda pengamatan dan analisis perilaku.
8.      Isu-isu konseptual dalam pengembangan teori nilai administrasi publik adalah hubungan substansi antara proses dan nilai-nilai kolektif.
9.      Menjadi nilai utama dalam pengembangan teori normatif untuk administrasi publik adalah mutualitas yang merupakan premis normatif dari hubungan tatap muka (pertemuan) antara diri dan aktif - sosial.
10.  Sama seperti teori deskriptif tentang kolektivitas yang lebih besar adalah turunan dari tatap muka, demikian juga sebaiknya teori normatif diturunkan dari mutualitas. Gagasan keadilan sosial adalah perpanjangan logis dari mutualitas diterapkan pada kolektivitas sosial dan karenanya harus dianggap sebagai premis normatif yang mendasari "agregat" kebijakan yang dibuat oleh dan dilaksanakan melalui organisasi public.

Sumber : Frederickson, H.George ; Smith, Kevin B.; Larimer, Christopher W, and Licari, Michael J.           2012. The Public Administration Theory Primer. Second Edition.
 

Motivasi : Menjadikan Hidup Lebih Bermakna

September 27, 2017 Add Comment
Sifat manusia terkadang selalu menginginkan hal – hal yang tidak mereka miliki. Keinginan tersebut lama – kelamaan menjadi sebuah obsesi. Semakin lama obsesi tersebut semakin meningkat hingga akhirnya dia hanya fokus mengejar apa yang menjadi obsesinya. Tujuannya dalam manjalani aktivitas tidak lepas dari bayangan  keinginan yang menjadi obsesi itu.

Hidup menjadi terasa tidak lengkap, kebahagiaanpun terasa semakin menjauh.
Terpuruk, keinginan itu belum dia miliki. Terbelenggu, semakin lama semakin tak terkendali. Hidup akhirnya berantakan. Sadarkah engkau, hai insan yang tergila – gila pada obsesi?

Sumber gambar : yuvenildaybook.wordpress.com

Engkau terbelenggu dengan hal yang tidak kau miliki.   Tanpa sadar ada sesuatu yang berharga yang engkau miliki tanpa seorangpun memilikinya. Engkau terlalu sibuk memikirkan obsesimu. Engkau terlalu sibuk memikirkan sesuatu yang tidak engkau miliki itu. Hingga kau lupa banyak hal yang terlewatkan begitu saja olehmu.

Sadarlah wahai diri yang terobsesi!!!
Jika saja engkau bisa melihat, begitu banyak hal berharga yang Engkau miliki.
Tapi sayang, Engkau tidak dapat MELIHAT….


Puisi Kenangan : Berlari dari Masa Lalu

September 27, 2017 Add Comment
Puisi Kenangan : Berlari dari Masa Lalu
Seperti angin yang terus berhembus
Seperti air yang mengalir tanpa henti
Seperti daun berguguran kemudian mengering

Laksana ombak berdebur mengusik pasir di tepian pantai
Oh hati,
Kapankah kamu berhenti terusik?
Biarkan semua terhapus laksana kertas yang kembali putih
Cukup!
Biarkan berhenti tak terperih
Cukup!
Biarkan terkubur hingga tak dikenal
Tenanglah hati,
Semua telah ditakdirkan
Tenanglah hati,
Masa indah akan selalu ADA……

Dariku,
Yang pergi darimu……

Wireline Log : Mengenal Log - Log dalam Perhitungan Petrofisika

August 17, 2017 2 Comments
Hello amaziners, kembai lagi kita membahas mengenai petrofisika yah... menurutku petrofisika merupakan salah satu metode yang penting untuk kita ketahui jika kita berkecimpung di dunia oil and gas industri.

Nah, Petrofisika sendiri sangat penting loh dalam menentukan besar cadangan hidrokarbon pada daerah pemboran. Dari Petrofisika diketahui parameter - parameter petrofisika (yang udah pernah dibahas disini) yang digunakan dalam perhitungan cadangan hidrokarbon. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai petrofisika yuk kita intip materi berikut. 

Selamat membaca .........

Log adalah suatu grafik kedalaman dari suatu set data yang menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur. Kurva log dapat memberikan informasi yang cukup mengenai sifat – sifat fisis batuan dan cairan dalam lapisan reservoir.

Pada saat pengeboran berlangsung, lumpur yang digunakan akan menginvasi lapisan-lapisan yang permeabel. Invasi ini akan berhenti setelah kerak lumpur terbentuk pada lubang sumur. Invasi ini akan membentuk zona-zona di sekitar lubang bor.
Lingkungan lubang bor (Asquith)
Keterangan:
dh = Diameter lubang
di = Diameter Invasi (bagian dalam /flushed zone)
dz1 = Diameter Invasi (bagian luar /invaded zone)
Rm = Resistivitas lumpur
Rmc = Resitivitas kerak lumpur
Rmf = Resitivitas filtrat lumpur
Rxo = Resitivitas Flushed Zone
Sxo = Saturasi air pada Flushed Zone
Rs = Resitivitas serpih
Rt = Resistivitas Uninvaded zone
Rw = Resistivitas air formasi Sw = Saturasi air pada Uninvaded Zone


Zona di sekitar lubang bor dijelaskan sebagai berikut:
·         Flushed Zone, merupakan zona yang terletak paling dekat lubang bor dan terinvasi oleh filtrat lumpur yang mendesak kandungan batuan semula.
·         Transition Zone, merupakan zona yang terletak lebih dalam sehingga zona ini terisi oleh campuran dari air filtrat lumpur dan cairan kandungan batuan semula.
·         Uninvaded Zone, merupakan zona yang terletak paling jauh dari lubang bor dan seluruh pori batuan terisi oleh kandungan batuan semula. Zona ini tidak dipengaruhi oleh invasi filtrat lumpur sehingga resistivitas yang terbentuk di zona ini adalah resistivitas fluida dan batuan.

Identifikasi wireline log dapat dilakukan dengan mengintegrasikan beberapa log seperti log litologi, log resistivitas, ataupun log porositas.

Log Gamma Ray

Prinsip dasar dari log gamma ray (GR) yaitu mengukur tingkat radioaktivitas alami bumi. Radioaktivitas GR berasal dari 3 unsur radioaktif yang ada dalam batuan yaitu Uranium(U), Potasium (K), dan Thorium (Th) yang secara berkesinambungan terus memancarkan gamma ray dalam bentuk pulsa – pulsa energi radiasi tinggi.

Unsur radioaktif pada umumnya banyak berada pada shale (serpih), sedangkan pada sandstone, limestone, dan dolomit sangat sedikit jumlahnya. Oleh karena itu, log gamma ray dapat digunakan untuk memisahkan batuan permeabel dan shale yang impermeable serta mendeskripsikan suatu batuan yang berpotensi sebagai reservoir atau tidak (Asquith & Gibson, 2004).

Log gamma ray memiliki satuan API (American Petroleum Institute) yang biasanya dalam skala 0-150 atau 0-200 dari kiri ke kanan.

Log Spontaneous Potential


Log SP adalah rekaman perbedaan potensial antara elektroda permukaan dengan elektroda yang bergerak di dalam lubang bor. Satuan log SP adalah millivolt (mV). Pada zona lempung kurva SP menunjukkan garis lurus yang disebut shale baseline.

Pada zona permeabel kurva SP menjauh dari garis lempung.  Pada zona permeabel yang cukup tebal, kurva SP mencapai suatu garis konstan. Penyimpangan SP timbul dari dalam lubang bor sumur karena adanya arus listrik yang mengalir melalui fluida dalam sumur yang konduktif.

Log Resistivitas

Prinsip dasar log resistivitas yaitu mengukur sifat listrik batuan formasi. Besaran resistivitas dideskripsikan dalam satuan ohm-meter dan ditampilkan dalam skala logaritmik dengan  interval nilai 0,2 – 2000 ohm-meter.

Alat pengukur resistivitas dibagi menjadi dua, yaitu induction-based tool (menginduksikan arus listrik hasil dari medan magnet pada kumparan) dan laterolog (memfokuskan arus listrik bolak-balik secara lateral ke dalam formasi).


Zona Resistivitas dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:

 Induction Log  merupakan proses untuk mengetahui resistivitas suatu formasi untuk kondisi formasi yang konduktif atau pada saat menggunakan lumpur yang masih baru (freshmud). 

Induksi log ini mempunyai transmitter dan receiver pada alat yang digunakan. Prinsip kerja alat ini adalah kumparan transmitter mengalirkan arus bolak-balik.  Arus ini menimbulkan medan magnet yang menembus kumparan receiver dan membentuk arus listrik yang berganti-ganti.

Arus tersebut menginduksi suatu hambatan dalam kumparan itu. Hambatan ini proporsional terhadap konduktivitas media sekitar alat. Induksi log tidak dapat digunakan bila lumpur yang digunakan bersifat konduktif, karena alat ini mengukur konduktivitas batuan. 

Kurva log yang digunakan dalam induction log ada dua yaitu Induction Log Deep (ILD) dan Induction Log Shallow (ILS).

Laterolog menghasilkan arus listrik dengan kuat arus tertentu dipancarkan dari transmitter masuk ke dalam formasi. Log ini dipengaruhi oleh lubang bor seperti kedudukan alat, resistivitas lumpur, ketebalan formasi yang diukur dan resistivitas lapisan sebelah.

Alat ini mengukur resistivitas dari 0,2 sampai 40.000 ohm-meter dan dapat digunakan pada lumpur garam dengan kadar menengah sampai tinggi. Kurva dari alat lateralog yaitu Laterolog Deep (LLD) dan Laterolog Shallow (LLS). 

Kalau log LLD mengukur zona yang tidak terinvasi oleh lumpur bor sedangkan log LLS mengukur zona yang terinvasi oleh lumpur bor.

Mikro Resistivitas Logmengukur resistivitas di zona terinvasi (flushed zone) dan zona transisi (transition zone). Mikro resistivitas log dibagi menjadi dua yaitu mikrolog dan MSFL (Micro Spherically Focused Log).

Mikrolog memiliki elektroda yang tidak terfokuskan dengan jarak yang kecil dan memberikan pengukuran terhadap resistivitas kerak lumpur serta formasi yang ada sedikit dibelakangnya.  

Mikrolog dapat memberikan indikasi adanya kerak lumpur yang merembes pada dinding sumur yang menandakan  formasi tersebut permeabel sedangkan MSFL hanya mendeteksi beberapa inci dari formasi dekat lubang bor yang diselidiki, sehingga akan mempunyai  pengukuran dari resistivitas di daerah rembesan. 

Pengukuran terhadap diameter lubang secara bersamaan dengan kaliper yang merupakan bagian tak terpisahkan dari alat MSFL.

Log Neutron

Log neutron merupakan tipe log porositas yang mengatur konsentrasi ion hydrogen dalam suatu formasi. Pengukuran log neutron dengan cara memancarkan neutron secara kontinu ke dalam formasi batuan. Alat log neutron disebut CNT (Compensated Neutron Tool) atau CNL (Compensated Neutron Log).

Prinsip kerja alat neutron log ialah dengan memanfaatkan tumbukan elastis. Alat CNL/CNT memancarkan neutron ke dalam formasi secara kontinu. Dengan energi awal yang besar, maka neutron akan kehilangan energinya seiring bertumbuknya neutron tersebut dengan atom hidrogen pada formasi.

Saat neutron kehilangan energinya, akhirnya neutron akan tertangkap oleh detector. Tanggapan alat neutron mencerminkan banyaknya hidrokarbon. Semakin sering/banyak neutron mengalami tumbukan karena banyaknya atom hidrogen di dalam suatu formasi menyebabkan tanggapan log neutron semakin menunjukkan nilai tinggi.

Gas mempunyai hidrogen indeks yang rendah dibandingkan air, sehingga menyebabkan alat akan mencatat porositas yang rendah pada formasi yang mengandung gas. Jika digunakan bersama log densitas, akan sangat mudah untuk mengidentifikasi interval formasi yang mengandung gas.

Kurva log yang digunakan dalam log neutron adalah NPHI (Neutron Porosity).

Sampai disini masih semangat kan amaziners? yuk lanjut lagi ini jenis log yang terakhir kok yang dibahas disini

Log Densitas

Log densitas merupakan salah satu log porositas yang mengukur densitas elektron suatu formasi. Tanggapan log densitas berupa densitas bulk atau densitas keseluruhan formasi termasuk matriks, fluida, atau mineral yang terkandung di dalamnya.

Perekaman yang digunakan untuk log densitas adalah Litho Densitas Tool (LDT). Tujuan perekaman ini adalah untuk menghasilkan densitas elektron (ρe) pada formasi. Kurva log yang digunakan untuk menentukan densitas adalah RHOB (Bulk Density). 

Untuk mendapatkan nilai porositas, nilai densitas bulk harus dikonversi ke dalam porositas untuk mengetahui kondisi litologi dan keberadaan fluida.

Sumber : 
Asquith, G., & Gibson, C. (2004). Basic Well Log Analysis for Geologists (Second Edition). Tulsa,        Oklahoma: The American Association of Petroleum Geologists.

Harsono, A. (1997). Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log Edisi-8. Jakarta: Schlumberger OilField Services.

Petrophysics : Lebih Mengenal Parameter Petrofisika

July 29, 2017 Add Comment
Halo amazineerss,
apa kabar? semoga baik - baik yah. hmm kali ini saya tertarik untuk membahas salah satu metode yang saya gunakan dalam skripsi saya. yes, it's Petrophysics.

Bagi yang berkecimpung dalam dunia Geoscience, pasti tau deh Petrofisika itu apa. nah analisis petrofisika itu sendiri dilakukan untuk mengetahui karakteristik suatu reservoir. Melalui analisis petrofisika dapat diketahui zona reservoir, jenis litologi, identifikasi prospek hidrokarbon, serta parameter petrofisika (Volume shale, Porositas, dan Saturasi air). untuk postingan ini saya akan membahas mengenai karakteristik petrofisika.

Sifat – sifat batuan yang sangat penting untuk analisis log adalah porositas, saturasi air, dan permeabilitas. Dengan parameter porositas dan saturasi air banyaknya hidrokarbon di lapisan formasi dapat dihitung, sedangkan dengan parameter permeabilitas, dapat ditunjukkan pada tingkat mana hidrokarbon dapat diproduksi (Harsono, 1997).


Porositas


Prositas menyatakan prosentase volume batuan yang dapat diisi oleh fluida. Dalam bahasa matematis porositas adalah perbandingan antara volume ruang kosong (pori – pori) terhadap volume total dari suatu batuan.

Pada formasi renggang besarnya porositas tergantung pada distribusi ukuran butir, tidak tergantung pada ukuran butir. apabila ukuran butir hampir sama maka porositas akan lebih tinggi dan akan menjadi rendah apabila ukuran butirnya bervariasi sehingga butiran yang kecil akan mengisi ruang pori diantara butiran yang besa
r.



Permeabilitas


Permeabilitas adalah suatu sifat batuan reservoir untuk meloloskan cairan melalui pori-pori yang saling berhubungan. Ini merupakan pengukuran tingkatan dimana fluida akan mengalir melalui suatu daerah batuan berpori di bawah gradian tekanan tertentu, dinyatakan dalam milidarcy (mD).

Dalam ukuran produksi nilai permeabilitas 1000 mD dinyatakan sebagai permeabilitas tinggi dan 1.0 mD dinyatakan sebagai permeabilitas rendah (Harsono, 1997).


Permeabilitas sangat tergantung pada ukuran butir batuan. Sedimen butiran besar dan pori – pori besar mempunyai permeabilitas tinggi sedangkan batuan yang butirannya halus dan berpori kecil serta alur yang berliku – liku mempunyai permeabilitas rendah. Dalam batuan reservoir, permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu:
  1. Permeabilitas absolut, yaitu permeabilitas dimana fluida yang mengalir melalui media berpori hanya satu fasa, misalnya hanya minyak atau gas saja. 
  2. Permeabilitas efektif, yaitu permeabilitas batuan dimana fluida yang mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan minyak, atau ketiganya. 
  3. Permeabilitas relatif, yaitu perbandingan antara permeabilitas efektif dengan permeabilitas absolut. 

Saturasi

Bagian dari ruang pori yang diisi air disebut saturasi air, ditandai dengan Sw. Sisa bagian yang terisi minyak atau gas disebut saturasi hidrokarbon (Sh­­). Asumsi umum adalah bahwa reservoir mula-mula terisi air dengan selang masa perubahan waktu geologi, minyak dan gas terbentuk ditempat lain pindah ke formasi berpori menggantikan air pada ruang pori yang lebih besar.

Akan tetapi hidrokarbon pindahan ini tidak bisa menggantikan semua air. Adanya saturasi air (Sw), yang menunjukkan bahwa air yang tertinggal karena tegangan pada permukaan butiran, kontak butiran dan celah-celah yang sangat kecil. Air sisa tidak akan mengalir ketika formasi diproduksi. Besarnya saturasi air sisa ini sangat dipengaruhi oleh porositas, ukuran pori, dan sifat dasar butiran matriks.




Sumber: Harsono Adi, 1997, Evaluasi Formasi Dan Aplikasi Log, Edisi Revisi -8 Mei 1997, Schlumberger Oil Services.

Kompleks Tektonik Bantimala

July 17, 2017 Add Comment
Bantimala (Bantimurung dan Malaka) Kecamatan Tondong Tallasa, berada di sebelah timur Kota Pangkajene yang berjarak 25 km dari Ibukota Pangkajene (Pangkep) dapat ditempuh dengan jalan darat menggunakan roda empat. Sepanjang perjalanan menuju Bantimala akan dijumpai pegunungan kars.  Berdasarkan pengamatan di lapangan, daerah Bantimala dan sekitarnya adalah tempat berhimpunnya beraneka ragam batuan yang muncul dari dalam perut bumi. Komplek Bantimala dibentuk terutama oleh Melange, Rijang, Basalt, dan batuan ultrabasa. Daerah Bantimala menunjukkan kenampakan lipatan, dimana perlapisan batuannya terlihat jelas (Gambar 1). Rijang terbentuk berlapis – lapis karena pengendapan yang waktunya hampir bersamaan yaitu pada zaman Tersier. Hal ini terlihat dari perlapisan batuannya yang tidak jauh berbeda dari lapisan yang satu dengan lapisan yang lainnya. Daerah Bantimala yang didominasi oleh Rijang mengindikasikan bahwa di daerah ini dulunya merupakan laut dalam yang mengalami pengangkatan pada saat terjadi pemekaran selat Makassar.

Gambar 1.
Batuan penyusun daerah Bantimala mengalami pengangkatan kemudian tersingkap yang tertutupi oleh sungai (outcrop) merupakan batuan fasis, dimana dalam satu kompleks batuannya sama terbentuknya juga sama. Kondisi batuan ini memiliki kesamaan di daerah Bantimala sampai terjadi ketidakselarasan dimana kemungkinan ada sesar yang membatasi sehingga batuan yang terbentuk tidak sama (berbeda). Kenampakan batuan pada sungai daerah Bantimala dapat terlihat dengan jelas  tapi pada bagian samping sungai tidak terlihat karena terjadi pengendapan sehingga formasi batuannya tertutupi. Pada daerah ini kemungkinan terjadi antiklin namun tidak terlalu kelihatan karena tertutupi akibat pengendapan. Daerah Bantimala diketahui berhubungan dari arah Meratus. Hal ini dikarenakan Rijang yang ditemukan di Bantimala diketahui mempunyai hubungan dengan yang ada di Meratus baik umur pembentukannya maupun arahnya. Meskipun hal ini masih menjadi perdebatan oleh ahli geologi.

Pada zaman Trias terjadi subduksi atau tunjaman lempeng pasifik dengan lempeng Eurasia yang menyebabkan terbentuknya kompleks akresi pada daerah pertemuan dua lempeng tersebut (Sukamto, 1985). Selain akresi, terjadi pula deformasi batuan akibat perubahan tekanan dan temperatur yang dihasilkan oleh kedua lempeng tersebut. Selanjutnya pergerakan lempeng Pasifik menunjam ke bawah lempeng Eurasia. Tekanan yang semakin besar akibat penunjaman ini mengakibatkan terjadinya perlipatan dan metamorfisme terhadap kompleks akresi yang telah terbentuk sebelumnya.
Di sisi terluar akresi berupa hancuran disertai endapan awal ikut menunjam masuk ke bawah mengikuti tunjaman lempeng Pasifik yang merupakan awal pembentukan Melange. Tekanan subduksi lempeng Pasifik terhadap lempeng Eurasia yang lebih pasif semakin besar sehingga menyebabkan deformasi kuat dan metamorfisme terhadap kompleks akresi. Penambahan tekanan yang semakin besar menyebabkan terjadinya peremukan yang merupakan sumber material penyusun Melange. Peremukan ini berlangsung pada kedua lempeng kontinen dan oseanik. Selanjutnya material – material tersebut ikut masuk ke bawah bersamaan penunjaman membentuk Melange dan kembali tersingkap oleh lanjutan dari tekanan subduksi Pasifik barat.

Gambar 2.
Melange yang terbentuk akibat tekanan dan panas mengindikasikan bahwa pada daerah Bantimala terjadi tektonik mikro. Berbagai macam batuan yang terjadi oleh rezim tektonik yang berbeda selama Trias – Kapur awal, telah memperaduk dan terimbrikasi secara tektonik membentuk komplek Melange Bantimala (Gambar 2), sebagai bagian yang alokhtone. Peristiwa percampuran berbagai macam himpunan batuan tersebut terjadi ketika berlangsung penunjaman dari suatu sistem busur-palung pada Kapur tengah dan membentuk taji Melange di lereng palung. Batuan sedimen lereng yang autokhton yang terjadi selama Kapur tengah telah terlibat di dalam sistem imbrikasi ketika komplek Melange Bantimala terangkat dan tersesarkan sejak Miosen tengah.

Gambar 3.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan juga ditemukan adanya Sekis hijau dan Sekis biru. Sekis hijau yang ditemukan ada yang tertutupi Kuarsa (Gambar 3). Sekis hijau yang tertutupi Kuarsa diperkirakan terjadi karena pada saat proses tektonik, sekis hijau tersebut pada pembentukannya bercampur dengan kuarsa. Adanya ditemukan Sekis tersebut merupakan penciri terjadinya metamorfisme pada pembentukan daerah tersebut. Akibat imbas gaya dari tumbukan lempeng, lempeng kontinen yang lebih kaku dan tebal menerima imbas gaya yang lebih besar, sehingga menciptakan zona – zona lemah pada marginnya. kompleks akresi, dimana akibat lanjutan Full Apart, menyebabkan terjadinya penipisan margin lempeng dan pada akhirnya menghasilkan spreading (Sukamto, 1985). Kondisi ini menyebabkan terjadinya injeksi magma astenosfer, dimana arus gaya yang dihasilkan oleh arus konveksinya mengakibatkan terjadinya rifting margin kontinen. Pada kala Miosen – Pliosen rifting tepian kontinen Eurasia telah berkembang lebih lanjut dan seiring dengan semakin besarnya tekanan akibat tumbukan lempeng, lempeng oceanic muda yang terbentuk akibat rifting tersebut mengalami uplift yang menghasilkan obduksi ofiolit pada daerah Barru dan Pangkep. Dan pada sisi lain mulai mengalami penunjaman ke arah bawah busur yang terbentuk pada Kala Miosen.


Pada cekungan intrusi magma semakin aktif dan membentuk intrusi-intrusi sill-dike dan stock serta plutovulkanisme yang ditandai dengan ditemukannya intrusi batuan Beku pada patahan Rijang (Gambar 4). Pada Kala ini terjadi kegiatan vulaknisme besar-besaran, dimana kegiatan vulaknisme camba berkembang dengan pesat sehinggan endapan material vulkaniknya menutupi hampir sebagian besar wilayah Sulawesi Selatan dan pada lempeng kerak oceanik kembali terjadi kegiatan vulaknisme bawah laut yang diperkirakan terhenti pada kala Miosen.

Gambar 4.
Baturijang yang diamati di daerah Bantimala menunjukkan struktur lipatan yang miring yang membentuk antiklin dan siklin. Lipatan miring (Gambar 5) diperkirakan terjadi akibat adanya intrusi magma yang menunjam batuan. Di daerah tersebut juga ditemukan endapan Batubara (Gambar 6). Endapan Batubara ini diperkirakan terbawa oleh arus air karena bentuknya bulat. Adanya endapan Batubara mengindikasikan bahwa pada saat terjadi subduksi, tumbuhan – tumbuhan ikut menunjam kebawah lalu kemudian terangkat. Namun, Batubara yang ditemukan tidak terlalu bagus dan diperkirakan bahwa Batubara ini merupakan serpihan – serpihan Batubara dari Kalimantan.

Gambar 5.

Gambar 6.

Sumber :
Sukamto, Rab, 1985. “Tektonik Sulawesi Selatan dengan Acuan Khusus Ciri – Ciri Himpunan Batuan Daerah Bantimala”. Institut Teknologi Bandung. http:// digilib.itb.ac.id /files/disk1/35 /jbptitbpp-gdl-s2-1985- rabsukamto-1734-1985_ts_-1.pdf.


Geomorfologi Wakatobi

July 17, 2017 Add Comment
Terbentuknya kepulauan Wakatobi dimulai sejak jaman Tersier hingga akhir jaman Miosen.  Pembentukan pulau-pulau di kawasan ini akibat adanya proses geologi berupa sesar geser, sesar naik maupun sesar turun dan lipatan yang tidak dapat dipisahkan dari bekerjanya gaya tektonik yang berlangsung sejak jaman dulu hingga sekarang. Secara keseluruhan kepulauan ini terdiri dari 39 pulau, 3 gosong dan 5 atol. Terumbu karang di kepulauan ini terdiri dari karang tepi (fringing reef), gosong karang (patch reef) dan atol.  Empat pulau utama di Wakatobi, yaitu Pulau Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko.

Berbicara mengenai proses terbentuknya kepulauan tukang besi, kepulauan ini terbentuknya bersamaan dengan pulau buton. Keduannya merupakan dua buah mikrokontinen fragmen dari benua Australia-New Guinea. Pada pertengangahan Trias, masih merupakan bagian dari benua tersebut, Namun pada Trias Tengah-Akhir mulai masa transisi dari prerift menjadi rift.

Berdasarkan proses pembentukannya, atol yang berada di sekitar kepulauan Wakatobi berbeda dengan atol daerah lain. Atol yang berada di kepulauan ini terbentuk oleh adanya penenggelaman dari lempeng dasar. Terbentuknya atol dimulai dari adanya kemunculan beberapa pulau yang kemudian diikuti oleh pertumbuhan karang yang mengelilingi pulau.  Terumbu karang yang ada di sekeliling pulau terus tumbuh ke atas sehingga terbentuk atol seperti beberapa atol yang terlihat sekarang, antara lain Atol Kaledupa, Atol Kapota, dan Atol Tomia.


Pulau Wangi-wangi
Bagian selatan bertopografi datar hingga curam. Kedalaman perairan berkisar 5 – 1.884 m. Tipe pasang surut campuran semi diurnal terendah ± 500 m dari garis pantai, khususnya bagian selatan. Bagian barat, utara dan timur kondisi pantai relatif curam. Kecepatan arus perairan P. Wangi-Wangi 0,09 – 0,6 m/detik. Musim timur gelombang sangat kuat dipengaruhi angina Laut Banda, sedang musim barat tidak terlalu besar karena terhalang P. Buton.
Pulau Kaledupa
Bagian utara bertopografi datar. Kedalaman perairan 2 m – 1.404 m. Pantai curam di bagian selatan dan timur dengan kedalaman 35 m – 414 m. Perairan terdalam di antara Pulau dengan karang Kaledupa sekitar 1.404 m. Tipe pasang surut cenderung semi diurnal terendah sejauh ± 500 m dari garis pantai. Kecepatan arus perairan berkisar 0.7 m/detik – 0.20 m/detik. Musim barat gelombang tidak terlalu besar karena arah angin terhalang Pulau Wangi-Wangi dan Pulau Buton. Beberapa bagian utara hingga ke timur terlindung gelombang musim barat dan timur, karena karang penghalang Pulau Hoga, Pulau Lentea dan Pulau Darawa.

Pulau Tomia
Umumnya bertopografi datar hingga curam. Kedalaman perairan 0 m – 1.404 m. Topografi landai di bagian selatan Pulau Tomia, Pulau Tolandono, dan Pulau Lentea Selatan, kedalaman maksimum 280 m, sedang yang curam/bertubir di bagian utara kedalaman 500 m. Pasang surut semi diurnal terendah ± 500 m. Arus intertidal umumnya lemah, kecuali di perairan selat kuat. Pada musim barat gelombang tidak terlalu kuat karena terhalang Pulau Buton.

Pulau Binongko
Umumnya bertopografi curam, kedalaman perairan 181 m – 721 m. Bagian selatan mencapai 1.573 m. Kedalaman perairan pulau-pulau di Kecamatan Binongko berkisar 18 m – 500 m, dan ± 198 m – 500 m di P. Kontiole dan P. Cowo-Cowo. Perairan Pulau Moromaho ± 252 m – 500 m. Perairan Karang 5 Koko relatif dangkal. Tipe pasang surut semi diurnal. Kecepatan arus berkisar 0.10 – 0.19 m/detik. Sekitar perairan Binongko terdapat arus turbulen.
Sumber : Tulisan ini diambil dari berbagai sumber


GIC 2016, Geowisata

May 27, 2017 Add Comment
PROCEEDINGS
GEOSEA XIV CONGRESS AND 45TH IAGI ANNUAL CONVENTION 2016
GEOSEA-IAGI
1013 October 2016


The Geological Condition of Karst Potential to Develop the Geotourism in Enrekang Regency, South Sulawesi Province
Citra Fitriani1, Desy Putri Ananda1, Iyan Fadhlurrohman2
1Geophysics Department of Hasanuddin University, 2Geological Engineering Department of Hasanuddin University 


Abstract
Enrekang Regency is located in South Sulawesi Province and geographically located between 3o14'56''–3o05'00'' South Latitude and 119o40'53''–120o06'33'' East Longitude. Most of Enrekang Regency is dominated by karstic area. Geologically, karst of Enrekang reegion is formed by Makale Formation, it is consisted of Miocene carbonate rocks which has 75% distribution in the region. Some potential of karstic area in Enrekang Regency are vertical and horizontal caves with some caves are decorated with prehistorical paintings, sinkhole lakes and underground rivers which formed in between karst rocks, and hills which surrounded by steep karst walls. Diversity of phenomena of karstic area in Enrekang Regency which have caves and active rivers inside of cave, hills and valleys area with surrounded of karst walls, and other karstic phenomena can be a potential of geotourism in the Enrekang Regency, South Sulawesi Province.

Keywords : Enrekang Region, Geotourism, Karst


Opening ceremony