Kompleks Tektonik Bantimala

July 17, 2017
Bantimala (Bantimurung dan Malaka) Kecamatan Tondong Tallasa, berada di sebelah timur Kota Pangkajene yang berjarak 25 km dari Ibukota Pangkajene (Pangkep) dapat ditempuh dengan jalan darat menggunakan roda empat. Sepanjang perjalanan menuju Bantimala akan dijumpai pegunungan kars.  Berdasarkan pengamatan di lapangan, daerah Bantimala dan sekitarnya adalah tempat berhimpunnya beraneka ragam batuan yang muncul dari dalam perut bumi. Komplek Bantimala dibentuk terutama oleh Melange, Rijang, Basalt, dan batuan ultrabasa. Daerah Bantimala menunjukkan kenampakan lipatan, dimana perlapisan batuannya terlihat jelas (Gambar 1). Rijang terbentuk berlapis – lapis karena pengendapan yang waktunya hampir bersamaan yaitu pada zaman Tersier. Hal ini terlihat dari perlapisan batuannya yang tidak jauh berbeda dari lapisan yang satu dengan lapisan yang lainnya. Daerah Bantimala yang didominasi oleh Rijang mengindikasikan bahwa di daerah ini dulunya merupakan laut dalam yang mengalami pengangkatan pada saat terjadi pemekaran selat Makassar.

Gambar 1.
Batuan penyusun daerah Bantimala mengalami pengangkatan kemudian tersingkap yang tertutupi oleh sungai (outcrop) merupakan batuan fasis, dimana dalam satu kompleks batuannya sama terbentuknya juga sama. Kondisi batuan ini memiliki kesamaan di daerah Bantimala sampai terjadi ketidakselarasan dimana kemungkinan ada sesar yang membatasi sehingga batuan yang terbentuk tidak sama (berbeda). Kenampakan batuan pada sungai daerah Bantimala dapat terlihat dengan jelas  tapi pada bagian samping sungai tidak terlihat karena terjadi pengendapan sehingga formasi batuannya tertutupi. Pada daerah ini kemungkinan terjadi antiklin namun tidak terlalu kelihatan karena tertutupi akibat pengendapan. Daerah Bantimala diketahui berhubungan dari arah Meratus. Hal ini dikarenakan Rijang yang ditemukan di Bantimala diketahui mempunyai hubungan dengan yang ada di Meratus baik umur pembentukannya maupun arahnya. Meskipun hal ini masih menjadi perdebatan oleh ahli geologi.

Pada zaman Trias terjadi subduksi atau tunjaman lempeng pasifik dengan lempeng Eurasia yang menyebabkan terbentuknya kompleks akresi pada daerah pertemuan dua lempeng tersebut (Sukamto, 1985). Selain akresi, terjadi pula deformasi batuan akibat perubahan tekanan dan temperatur yang dihasilkan oleh kedua lempeng tersebut. Selanjutnya pergerakan lempeng Pasifik menunjam ke bawah lempeng Eurasia. Tekanan yang semakin besar akibat penunjaman ini mengakibatkan terjadinya perlipatan dan metamorfisme terhadap kompleks akresi yang telah terbentuk sebelumnya.
Di sisi terluar akresi berupa hancuran disertai endapan awal ikut menunjam masuk ke bawah mengikuti tunjaman lempeng Pasifik yang merupakan awal pembentukan Melange. Tekanan subduksi lempeng Pasifik terhadap lempeng Eurasia yang lebih pasif semakin besar sehingga menyebabkan deformasi kuat dan metamorfisme terhadap kompleks akresi. Penambahan tekanan yang semakin besar menyebabkan terjadinya peremukan yang merupakan sumber material penyusun Melange. Peremukan ini berlangsung pada kedua lempeng kontinen dan oseanik. Selanjutnya material – material tersebut ikut masuk ke bawah bersamaan penunjaman membentuk Melange dan kembali tersingkap oleh lanjutan dari tekanan subduksi Pasifik barat.

Gambar 2.
Melange yang terbentuk akibat tekanan dan panas mengindikasikan bahwa pada daerah Bantimala terjadi tektonik mikro. Berbagai macam batuan yang terjadi oleh rezim tektonik yang berbeda selama Trias – Kapur awal, telah memperaduk dan terimbrikasi secara tektonik membentuk komplek Melange Bantimala (Gambar 2), sebagai bagian yang alokhtone. Peristiwa percampuran berbagai macam himpunan batuan tersebut terjadi ketika berlangsung penunjaman dari suatu sistem busur-palung pada Kapur tengah dan membentuk taji Melange di lereng palung. Batuan sedimen lereng yang autokhton yang terjadi selama Kapur tengah telah terlibat di dalam sistem imbrikasi ketika komplek Melange Bantimala terangkat dan tersesarkan sejak Miosen tengah.

Gambar 3.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan juga ditemukan adanya Sekis hijau dan Sekis biru. Sekis hijau yang ditemukan ada yang tertutupi Kuarsa (Gambar 3). Sekis hijau yang tertutupi Kuarsa diperkirakan terjadi karena pada saat proses tektonik, sekis hijau tersebut pada pembentukannya bercampur dengan kuarsa. Adanya ditemukan Sekis tersebut merupakan penciri terjadinya metamorfisme pada pembentukan daerah tersebut. Akibat imbas gaya dari tumbukan lempeng, lempeng kontinen yang lebih kaku dan tebal menerima imbas gaya yang lebih besar, sehingga menciptakan zona – zona lemah pada marginnya. kompleks akresi, dimana akibat lanjutan Full Apart, menyebabkan terjadinya penipisan margin lempeng dan pada akhirnya menghasilkan spreading (Sukamto, 1985). Kondisi ini menyebabkan terjadinya injeksi magma astenosfer, dimana arus gaya yang dihasilkan oleh arus konveksinya mengakibatkan terjadinya rifting margin kontinen. Pada kala Miosen – Pliosen rifting tepian kontinen Eurasia telah berkembang lebih lanjut dan seiring dengan semakin besarnya tekanan akibat tumbukan lempeng, lempeng oceanic muda yang terbentuk akibat rifting tersebut mengalami uplift yang menghasilkan obduksi ofiolit pada daerah Barru dan Pangkep. Dan pada sisi lain mulai mengalami penunjaman ke arah bawah busur yang terbentuk pada Kala Miosen.


Pada cekungan intrusi magma semakin aktif dan membentuk intrusi-intrusi sill-dike dan stock serta plutovulkanisme yang ditandai dengan ditemukannya intrusi batuan Beku pada patahan Rijang (Gambar 4). Pada Kala ini terjadi kegiatan vulaknisme besar-besaran, dimana kegiatan vulaknisme camba berkembang dengan pesat sehinggan endapan material vulkaniknya menutupi hampir sebagian besar wilayah Sulawesi Selatan dan pada lempeng kerak oceanik kembali terjadi kegiatan vulaknisme bawah laut yang diperkirakan terhenti pada kala Miosen.

Gambar 4.
Baturijang yang diamati di daerah Bantimala menunjukkan struktur lipatan yang miring yang membentuk antiklin dan siklin. Lipatan miring (Gambar 5) diperkirakan terjadi akibat adanya intrusi magma yang menunjam batuan. Di daerah tersebut juga ditemukan endapan Batubara (Gambar 6). Endapan Batubara ini diperkirakan terbawa oleh arus air karena bentuknya bulat. Adanya endapan Batubara mengindikasikan bahwa pada saat terjadi subduksi, tumbuhan – tumbuhan ikut menunjam kebawah lalu kemudian terangkat. Namun, Batubara yang ditemukan tidak terlalu bagus dan diperkirakan bahwa Batubara ini merupakan serpihan – serpihan Batubara dari Kalimantan.

Gambar 5.

Gambar 6.

Sumber :
Sukamto, Rab, 1985. “Tektonik Sulawesi Selatan dengan Acuan Khusus Ciri – Ciri Himpunan Batuan Daerah Bantimala”. Institut Teknologi Bandung. http:// digilib.itb.ac.id /files/disk1/35 /jbptitbpp-gdl-s2-1985- rabsukamto-1734-1985_ts_-1.pdf.


Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar