Pengamatan Geodinamik Gunungapi

April 08, 2015 Add Comment



a.      Besarnya Deformasi
Ketika gunung api akan meletus (erupsi) akan terjadi peningkatan tekanan di dapur magma. Peningkatan tekanan di dalam dapur magma ini akan menyebabkan deformasi (naik dan turun) permukaan gunung api. Deformasi ini bisa diamati menggunakan GPS, Tiltmeter, dan beberapa peralatan lainnya. Pengamatan deformasi ini akan memberikan informasi apakah gunung api sedang mengembang (mau2 meletus) atau sedang tidak mengembang (tidur).
Alat untuk mengukur deformasi, disebut sebagai reflector electro opting distance measurement (EODM). Alat itu dapat mengukur jarak yang dipasang mengelilingi tubuh gunung berapi. Sementara itu, tiltmeter merupakan alat untuk mengukur kemiringan tubuh gunung. Cara kerja tiltmeter didasarkan pada sifat material sebuah benda. Sebelum retak, material biasanya akan mengalami percepatan.
Ciri percepatan adalah grafik deformasinya makin tajam. Untuk tiltmeter yang dipasang di sisi gunung yang diperkirakan menjadi arah erupsi, pengukuran di lakukan dengan menggunakan waterpass yang diubah menjadi voltase yang kemudian dikalibrasi dengan ukuran sudut. Karena EODM dipasang mengelilingi badan gunung dan tiltmeter dipasang di sisi erupsi gunung, maka apabila erupsi sudah terjadi, pemantauan deformasi sudah tidak bisa dilakukan.

b.      Mengukur Sifat Kemagnetan
Pengamatan Geomagnet dilakukan untuk mengamati nilai intensitas magnet di atas gunung api, apabila magma mulai naik ke atas permukaan maka nilai intensitas magnet di atas gunung api akan rendah karena pengaruh panas magma. Magma yang naik ke atas permukaan akan memiliki nilai susceptibilitas yang rendah dibandingkan dengan batuan vulkanik pembentuk gunung api. Hasil akhir dari pengukuran Geomagnet juga untuk memodelkan volume daripada dapur magma.
Sifat kemagnetan diukur menggunakan MT (magnetotelurik), LOTEM (long offset EM), magnetometer. Magma akan berkurang sifat kemagnetannya, jika suhunya semakin tinggi dan akan hilang sama sekali jika telah berada diatas suhu Curie (463 – 580 0C untuk granit, untuk hematit 650 – 680 0C). Naiknya tingkat oksidasi mengurangi tingkat magnetisasi. Perubahan fisik magma yang dicerminkan oleh suhu dan tekanan diinterpretasikan dari data pengamatan.

c.       Kegempaan
Pengamatan seismisitas gunungapi pertama sekali diperkenalkan pada akhir tahun 1970-an melalui publikasi Aki et.al pada tahun 1977. Ketika sebuah gunung api akan meletus maka akan ada aktifitas seismisitas berupa tremor/getaran-getaran kecil/gempa vulkanik yang biasanya dirasakan oleh masyarakat yang dekat dengan gunung api. Aktifitas seismisitas ini meningkat karena peningkatan aktifitas dan tekanan di dapur magma. Peningkatan ini menyebabkan terjadinya rekahan-rekahan yang menjadi sumber gempa vulkanik.
Sebelum pengamatan seismisitas ini bisa dilakukan, hal pertama yang harus dilakukan adalah pemasangan seismometer di sekitar gunungapi yang akan diamati. Untuk pengamatan lebih akurat, harus dipasang lebih dari satu seismometer di setiap gunungapi. Di Indonesia, dari 129 gunungapi aktif saat ini sudah dilakukan pengamatan sebanyak 69 gunungapi.

d.      Gaya Berat
Pengamatan berat jenis (graviti) merupakan salah satu pengamatan menggunakan metode geofisika. Ketika gunung api mau meletus maka akan terjadi perubahan densitas (berat jenis) di bawah permukaan karena adanya magma yang menuju ke permukaan tanah. Untuk mengetahui perubahan magma bawah permukaan ini perlu dilakukan pengukuran metode graviti secara berkala pada sebuah gunung api. Permodelan hasil pengukuran graviti akan bisa memprediksi volume dapur magma suatu gunung api.
Mengukur gaya berat menggunakan alat gravitimeter untuk mengetahui kondisi bawah permukaan berdasarkan kontras densitas. Magma akan mudah dikenali karena mempunyai kontras densitas yang besar dengan batuan disekelilingnya. Misalnya untuk magma yang menembus lapisan batuan sedimen.